Sebelum nama Indonesia dikenal, bumi nusantara ini sudah diisi kerajaan-kerajaan besar yang menguasai wilayah-wilayah di nusantara ini. Salah satu kerajaan besar di Pulau Jawa ada Kerajaan Mataram.
Kebetulan baru-baru ini tengah headline berita duka dari Keraton Solo, dimana rajanya yaitu Pakubuwono XIII meninggal dunia dan rencananya akan dimakamkan di Makam Imogiri.
Ada hal yang menarik di makam ini, yang lokasinya berada di puncak bukit. Dimana kalau mau naik ke makam utama harus melalui anak tangga yang jumlahnya tidak sedikit.
Hal menarik itu adalah ada satu anak tangga di bagian bawah yang lantainya berbeda daripada yang lain, lantainya seperti batu hitam nampak lunak karena teksturnya 'dekok' ke dalam, bukan lunak arti sebenarnya ya, aslinya ya keras seperti layaknya batu.
Ini yang saya maksud, batu tapi koq nampak lunak, tapi aslinya ya keras layaknya batu. Gambar diambil dari Google
Jadi ternyata batu hitam itu sebenarnya adalah makam, makam dari seorang pejabat Kerajaan Mataram dahulu kala.
Pada postingan kali ini kita akan membahasnya, supaya kita bisa sedikit memahami sejarah masa lalu, bagaimana pejabat yang tidak cakap harus menanggung hukuman atas ketidakcakapannya itu, bahkan setelah ratusan tahun berlalu, stempel buruk terhadapnya tidak bisa hilang.
Karena setiap orang yang berkunjung ke komplek makam Imogiri, maka banyak kaki yang akan terus menginjak-injak makamnya. Orang pasti bertanya, "ini apa, kenapa berbeda anak tangganya?", lalu ketika dijawab: "ini makam". Lalu pasti akan bertanya: "makam siapa, kenapa ditaruh di sini?"
Semua raja Jawa Mataram terutama, dimakamkan di Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri. Lokasinya Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Jadi kompleks pemakaman ini dibangun sebagai peristirahatan terakhir para raja dan keluarga besar Kerajaan Mataram Islam, juga dipergunakan sebagai makam keturunan kerajaan dan pecahannya. Makam ini digunakan sejak abad ke-17.
Pembangunan kompleks makam ini dimulai sejak tahun 1632M atau 1554 tahun saka, pada pemerintahan Raja Sultan Agung Hanyokrokusumo (berkuasa 1613 - 1645).
Penamaan 'imogiri' sendiri itu berasal dari dua kata, 'hima' yang berarti kabut dan 'giri' yang berarti gunung, secara keseluruhan berarti gunung yang diselimuti kabut.
Memang letak makam ini di atas bukit, yaitu Bukit Merak. Berada pada ketinggian 85-100 mdpl. Pemilihan lokasi yang berada di atas bukit atas dasar kesakralan, karena menurut kepercayaan masyarakat pra-Islam, tempat tinggi merupakan tempat yang cocok untuk leluhur.
Gaya bangunan di kompleks pemakaman ini perpaduan gaya Jawa klasik, Islam dan Hindu-Budha, ini bisa dilihat di gapura, gerbang bentar, dan struktur teras. Ada juga kolam suci yang ada di bagian depan sebelum masuk ke area makam utama.
Kompleks makam ini juga terbagi ke dalam beberapa bagian, kedathon atau astana, berdasarkan keturunan dan status kerajaan. Makam ini jadi situs sakral bagi Kesultanan Surakarta di bagian barat dan Jogjakarta di bagian timur.
Segitu saja informasi mengenai makam ini. Sekarang saya mulai masuk ke inti dari postingan ini.
Jadi seperti yang saya bahas di atas, ketika bertemu anak tangga awal sebelum tangga² naik ke atas itu ada anak tangga dari batu hitam yang berbeda dengan anak tangga lainnya. Batu itu ternyata adalah sebuah penanda sebagai makam dari pejabat Kerajaan Mataram yang berkhianat.
Yang dimakamkan di sana adalah Tumenggung Endranata. Nama lainnya adalah Ngabehi Mertajaya. Anak dari Tumenggung Wiraguna.
Dia adalah pejabat tinggi kerajaan waktu itu pada pemerintahan Raja Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Selama menjabat sang tumenggung banyak membantu Sultan Agung dalam menaklukan kadipaten² di bawah kekuasaan Mataram, bahkan termasuk Kerajaan Demak kala itu.
Pada saat VOC (kongsi dagang Hindia Belanda) mulai menjejakan kaki di bumi nusantara ini, diceritakan bahwa sang tumenggung ini berkhianat, dengan membocorkan rencana penyerangan Kerajaan Mataram terhadap Jayakarta (Batavia) atau wilayah Jakarta saat ini. Rencana ini dibocorkan kepada VOC.
Akibat bocornya informasi ini, pihak VOC melakukan antisipasi dengan membakar lumbung pangan Kerajaan Mataram.
Selain itu, sang tumenggung ini juga terlibat dalam memprovokasi konflik antara Sultan Agung dengan Adipati Pragola II. Akibat konflik ini melemahkan Kerajaan Mataram secara internal.
Adipati Pragola II adalah penguasa dari Kadipaten Pati (Jawa Tengah). Pada abad ke-17 memberontak kepada Sultan Agung. Ia adalah adik ipar dari Sultan Agung. Pada akhirnya terjadi juga pertikaian diantara keduanya, Adipati Pragola II tewas ditangan Sultan Agung, tertusuk tombak/keris pusaka Sultan Agung.
Delalahnya kejahatan yang dilakukan sang tumenggung ini diketahui oleh Sultan Agung, yang akhirnya menghukum sang tumenggung . Hukumannya adalah eksekusi mati. Tapi tidak sekedar eksekusi mati selesai, tapi lebih kejam dari itu. Itu semua adalah buah dari sebuah pengkhianatan.
Selain dihukum mati, jasad dari sang tumenggung dimutilasi lalu potongan tubuhnya dikuburkan di beberapa tempat berbeda, sebagai simbol penghinaan bagi pengkhianat.
Bagian kepala dikuburkan di daerah yang mencolok. Bagian tubuh utama di kubur di bawah tangga di kompleks pemakaman Imogiri. Dimana setiap pengunjung yang datang ke makam ini akan selalu menginjak makamnya.
Inilah yang jadi jawaban kenapa anak tangga di kompleks pemakaman Imogiri berbeda. Bisa dilihat divideo yang saya bagikan dibawah ini.
Bagian kaki dikuburkan dimana terdapat beberapa versi, yang paling ramai ada yang dibuang ke dasar kolam ada yang bilang ke laut, sebagai bentuk pengusiran dari tanah Jawa akibat pengkhianatannya ini.
Jadi begitulah nasib dari pengkhianat. Kerajaan Mataram punya cara tersendiri yang sangat sadis dan terkenang sampai saat ini. Bahkan orang² modern saat ini akan selalu teringat bahwa Endranata adalah pengkhianat Mataram.
Tentunya sangat berbeda dengan yang terjadi di negeri Indonesia saat ini. Dimana banyak orang yang dengan tega mengkhianati bangsanya sendiri. Melakukan korupsi, penyuapan, hingga melakukan kolusi hingga nepotisme untuk keuntungan pribadi, padahal sudah digaji oleh negara.
Mereka yang melakukan korupsi saja tidak tahu malu dan melenggang bebas tanpa rasa bersalah, apalagi kalau sudah mendapatkan pengampunan tahunan saat hari raya, lupa semua kejahatan yang sudah dilakukan. Itulah Indonesia.
Itulah kisah bagaimana Kerajaan Mataram mengambil sikap terhadap pengkhianat 'negara'. Akankah Indonesia mampu meniru hal baik tersebut? Supaya tidak ada yang lagi berani melakukan kejahatan tersebut? -cpr
#onedayonepost
#informasi
#sejarah
#ragambudaya
#mataram

%20(28).jpeg)
0 Komentar
Tinggalkanlah pesan, maka saya akan cari anda sambil saya berselancar di dunia ini ...