Mengenal Cacing Imortal: Cacing Kepala Martil

Hei, hei ketemu lagi sama Mimin SSDK, kali ini perhatian Mimin teralihkan sama salah¹ postingan di sosial media, IG dan Twitter, soal hewan lagi, hewan lunak melata tanpa tulang belakang. Siapa dia?

Jadi selama ini kalian tahunya kan yang berkepala martil itu hiu ya, ikan hiu di laut itu ada yang fisiknya seperti kepala martil. Nah ternyata dari spesies cacing ada juga lho yang kepalanya seperti martil.

Dia adalah cacing kepala martil atau hammerhead worm. Cacing ini punya nama ilmiah Bipalium sp. Kalian baru tahu apa sudah pernah tahu, atau bahkan melihatnya langsung?

Nah dijudul postingan ini, saya tuliskan dia ini "imortal" alias abadi. Tapi apakah benar begitu?

Iya benar, tapi bisa dibilang tidak benar. Cacing ini bisa mati juga koq. Tapi bisa juga abadi, jika mematikannya dengan cara yang salah.

Cacing kepala martil ini juga beracun lho. Tapi lebih ganas dan berasa pada hewan mangsanya atau sesama hewan, bagi manusia tidak cukup kuat racunnya namun bisa memberikan rasa tak nyaman, jadi usahakan untuk tidak menyentuh cacing ini dengan tangan telanjang ya, selalu gunakan sarung tangan yang proper.

Mari untuk lebih mengenalnya, kita bahas lebih lanjut soal cacing kepala martil ini!

Ilustrasi, Bipalium sp., Planaria imortal yang tak bermanfaat bagi ekosistem, malah bisa cenderung berpotensi mengganggu ekosistem jika jumlahnya tak terkendali. Gambar diambil dari Google.

Bipalium sp. termasuk ke dalam genus Planaria. Termasuk hewan predator dikelasnya. Mendapat gelar sebagai hewan dengan sifat invasif terhadap ekosistem.

Nama 'Bipalium' berasal dari bahasa latin, terdiri dari dua suku kata 'bi' yang berarti dua, dan 'pala' artinya sekop.

*Planaria adalah hewan yang memiliki bentuk tubuh pipih dan simetri bilateral.

Bipalium sp. agak berbeda dengan jenis planaria lain, kebanyakan mempunyai tubuh dengan warna yang menarik, beda dengan cacing misalnya yang warnanya ya kalau gak hitam ya abu².

Ukuran tubuhnya berkisaran 5 - 20 cm, bahkan ada yang lebih panjang dari itu. 

Bipalium sp. ini ditemukan secara umum di Amerika tahun 1901 di rumah kaca, untuk penelitian tumbuh-tumbuhan holtikultura. Diketahui dari sana bahwa Bipalium sp. ini merupakan spesies invasif untuk cacing tanah. Sehingga diidentifikasi sebagai hewan invasif.

Secara umum Bipalium sp. ini menyenangi habitat yang lembab dan hangat. Termasuk hewan yang peka terhadap cahaya, itu kenapa dia aktif pada tempat gelap dan malam hari.

Di Amerika sendiri, spesies Bipalium ini dibagi ke dalam beberapa jenis spesies yang dianggap invasif, diantaranya B. adventitium, B. kewense, B. pennsylvanicum, dan B. vagum.

Tak hanya di Amerika, di Brazil juga Bipalium sp. dianggap spesies invasif lho.


Di alam, Bipalium sp. ini menjadi predator bagi hewan serumpunnya, yakni cacing. Cacing tanah merupakan cacing yang 'bersahabat' dia tidak membahayakan manusia atau serangga lain, bahkan cacing tanah tidak memiliki alat pertahanan diri apapun selain tubuhnya berlendir. Bipalium sp. mudah mendeteksi lokasi cacing dari jejak cairan tubuh cacing tanah, itu yang jadi penuntun sumber makanannya.

Selain cacing, Bipalium sp. ini juga memangsa molusca.

Tak hanya memangsa lawan jenisnya, Bipalium sp. ini juga punya sifat kanibal, jika dia tidak menemukan mangsa lain, maka dia akan memakan cairan tubuhnya sendiri atau sesama jenisnya. Benar² hewan tak beradab ya 😅.

Bipalium sp. menggunakan otot² tubuhnya untuk menangkap mangsanya, agar mangsanya tak terlepas. Sekresi lengket dari tubuhnya membantu dalam menangkap mangsanya, ditambah cairan racun neurotoxin dan tetrodotoxin membuat mangsanya makin tak berdaya.

Racun yang sama ini juga dimiliki ikan buntal dan ikan trigger.

Untuk memakan mangsanya, spesies Bipalium sering mengeluarkan faringnya dari mulut mereka, yang terletak di bagian tengah tubuh mereka, dan mengeluarkan enzim yang memulai pencernaan mangsanya.

Mulutnya ini berfungsi dua, memasukan makanan dan mengeluarkan kotoran (ya berfungsi sebagai anus juga).

Khusus ketika Bipalium sp. ini memangsa cacing, cairan tubuh cacing yang sudah terkena lendir dari Bipalium sp., akan seperti mencari, rupanya seperti lintah yang terkena garam. Nah setelah mencair inilah akan lebih mudah disantap.

Untuk berkembang biak, diketahui Bipalium sp. adalah hemaprodit dan juga aseksual.

Hemaprodit artinya hewan ini mempunya dua kelamin dan tubuhnya, proses membuahi dan dibuahi dilakukan oleh satu individu ini.

Sedangkan akseksualnya, tubuh Bipalium sp. terkenal mampu beregenerasi dengan baik, ketika tubuhnya diputus/ dipotong misalnya jadi dua bagian, dia justru tidak mati, malah potongan tubuhnya akan menjadi individu baru. Itu kenapa, banyak orang menyebutnya imortal.

Dan itu pun jadi alasan kenapa ketika kita bertemu cacing ini, dan ingin membunuhnya, cara memutus atau memotong atau menghancurkannya adalah cara yang buruk, justru makin membuatnya menjadi banyak. Tiap potongan dari tubuhnya akan membentuk jaringan sel baru kepala dan ekornya sendiri, otomatis.

Mungkin Bipalium sp. ini mengambil salah¹ cabang ilmu kedigjayaan orang Indonesia masa lampau yakni ilmu rawa rontek #intermesso

Lalu bagaimana cara membunuhnya? Kita bahas di akhir postingan ya.


Lalu dalam rantai makanan, Bipalium sp. ini jadi sasaran mangsa hewan apa?

Sayangnya, Bipalium sp. dalam ekosistemnya tidak mendapatkan lawan yang tangguh. Predator lain di atasnya tidak bersedia memangsa hewan satu ini, kenapa?

Hal ini dikarenakan cairan sekresi yang menyelimuti hewan ini mengandung racun sehingga jika dikonsumsi tentunya akan berdampak pada kesehatan si pemangsanya. Racun ini mampu mengganggu sistem saraf.


Lalu bagaimana kita memusnahkannya?

Dibeberapa bahasan di sosial media banyak yang mengatakan diberikan diberikan cairan asam, lalu dimasukan ke pendingin, ada juga yang bilang dibakar atau bahkan digoreng diminyak panas, supaya tubuh si cacing invasif ini bener² musnah.

Mimin coba rangkum informasi yang ada, bagaimana sih memusnahkan cacing ini.

Secara langsung cacing ini tidak berbahaya bagi manusia, meskipun dia beracun. Tapi jika ingin menyingkirkannya bisa dihalau biasa saja tanpa menyentuhnya atau menggunakan semprotan sari jeruk atau garam, maka cacing ini akan menghindar.

Untuk melumpuhkannya bisa juga menyiraminya dengan larutan cuka, larutan disinfectant lalu kemudian membakarnya. Pada prinsipnya adalah menghancurkan tubuh cacing ini sampai benar² hancur tanpa sisa, karena kalau ada sisa, dikhawatirkan akan tumbuh jadi individu baru lagi.

Seperti yang disampaikan sebelumnya, cacing ini bersifat invasif, sifat imortalnya ketika salah melakukan eksekusi padanya membuat potensi bahaya bagi ekosistem.

Bipalium sp. predator yang ganas bagi cacing tanah, ketika cacing tanah dimangsa, otomatis cacing tanah yang bermanfaat menyuburkan tanah akan berkurang sehingga tanah jadi tak subur, ini akan menyebabkan tanah jadi tandus, otomatis rantai makanan dalam ekosistem akan mulai terganggu jika tanah yang subur justru diisi oleh Bipalium sp. ini. Ekosistem jadi gak seimbang, jumlah si Bipalium sp. meningkat tanpa ada predator yang mengimbanginya.


Segitu saja ya pembahasan soal cacing imortal satu ini, Bipalium sp., yang tak punya saingan di alam selain manusia. Predator utama bagi cacing tanah dan punya potensi merusak ekosistem.

Hewan ini ada tapi tidak punya manfaat untuk ekosistem, fungsinya mungkin hanya penstabil populasi cacing tanah, namun secara alamiah dalam rantai makanan cacing tanah sudah cukup stabil, sedangkan Bipalium sp. nyaris tak punya predator dan dia tak punya manfaat sama sekali bagi ekosistem. Lalu untuk apa dia diciptakan?

Pertanyaan menggelitik sebagai penutup postingan kali ini. Sampai jumpa disharing informasi lainnya dari SSDK, tahu banyak, banyak tahu apa saja yang ada di dunia ini, karena dunia ini banyak serba-serbinya yang perlu kita ketahui. SSDK

Posting Komentar

0 Komentar