Tahukah Membedakan Surat Swab Antigen Asli dan Palsu?

Swab antigen sempat meresahkan mimin beberapa minggu yang lalu, meresahkan karena biaya. Bayangkan, setiap kali ada yang positif di lingkungan kita "dipaksa" swab antigen. Bukan soal swabnya yang dipermasalahkan, disogrok hidungnya, bukan itu. Tetapi soal bayarnya yang menguras dompet

Kisaran biaya swab antigen saat ini paling murah diangka Rp 100.000,- sampai Rp 220.000,-. Hasilnya ya sama, hanya selembar surat yang menyatakan seseorang itu negatif atau positif covid19.

Bayangkan jika dalam sebulan "dipaksa" melakukan swab antigen 3-4x hanya karena ketakutan yang berlebihan, dimana sistem tracing dilakukan membabi-buta. Istilahnya, ketika ada satu keluarga dalam satu RT terkonfirmasi positif, maka satu RW disuruh swab antigen.

Dilihat dari angkanya, test swab antigen ini bisa menjadi omset, bayangkan jika perharinya ada yang melakukan test. Nah kesempatan ini dimanfaatkan oknum untuk membuat surat keterangan swab palsu.

Ditambah lagi sistem report dari hasil swab antigen yang dilakukan tidak terintegrasi dalam sistem pedulilindungi.id. Pemerintah punya web terintegrasi tapi tidak dimanfaatkan, celah ini yang bisa dimanfaatkan oleh oknum nakal, yang tak memiliki ijin klinik, ijin nakes dll..

Memang tidak menutup kemungkinan, pelaku nakes atau klinik yang berijin usaha untuk tidak nakal, peluangnya selalu ada, namun seharusnya mereka terikat kode etik ketika mau melakukan tindakan 'kriminal'.

Surat keterangan swab itu hanya selembar kertas, tidak ada blanko resmi, atau minimal hasil swab itu dipublikasikan disitus pedulilindungi.id, jadi setiap akun yang terdaftar di sana, selain bisa mengecek vaksinasi, bisa juga ditrace berapa kali ybs. melakukan tes swab, PCR atau apapun terkait covid19.

Sayangnya akun pedulilindungi.id tidak bisa berbicara apa², hanya sebatas cek sertifikat vaksin, bahkan pendaftaran vaksin pun hanya bisa dilakukan segelintir orang, itu pun gak ada kejelasan kelanjutannya. Saya beberapa kali coba daftar vaksin hasilnya nihil, nol besar bung! Akhirnya cari vaksin manual sendiri.

Covid19 sudah mau berjalan 2 tahun ini, tidak ada sistem yang cukup baik menaungi semuanya, dari pengecekan ketersediaan rumah sakit, obat, dll., tidak diakomodir dalam satu sistem. Semua masih terpisah-pisah.

Kembali ke membedakan surat keterangan hasil swab asli atau palsu sebenarnya tidak bisa dipastikan langsung, perlu kroscek, dan itu pun harus call ke klinik penerbit surat itu, perlu biaya lebih.

Bayangkan jika kita mengecek dengan sistem barcode yang resmi, jadi untuk pemalsuan dan pemastian dokumen tersebut asli atau palsu langsung bisa diputuskan. Kemudian hasil swab kita terecord dengan baik dalam satu akun sistem kendali covid19.

Sejauh ini membedakan surat keterangan vaksin asli dan palsu hanya bisa dipahami dengan benerapa hal di bawah ini:

1. Surat keterangan hasil swab yang asli pastinya memiliki tanda tangan dokter yang tertera pada surat tersebut.

2. Pada surat keterangan hasil swab yang asli ada sebuah stempel berwarna dan tentunya basah yang dicap ditanda tangani.

3. Pada surat keterangan hasil swab yang asli ada alamat lengkap klinik, rumah sakit atau dokter yang mengeluarkan surat dan semua itu ditulis secara lengkap di surat tersebut.

4. Surat keterangan hasil swab yang asli harus ada nama dokter dan nomor telpon dokter untuk memudahkan konfrimasi.

5. Surat keterangan swab yang asli bisa dipertanggung jawabkan oleh pihak rumah sakit atau kilinik. Sehingga masyarakat yang menggunakan surat asli pun tidak akan dijerat oleh aparat kepolisian.


Hanya itu saja yang menjadi pembedanya. Jika melihat kategori di atas, oknum mana yang gak bisa buat surat keterangan palsu, karena tidak ada pengaman lain.

Toh memastikan nomor telepon, misalnya klinik kecil itu benar nomornya atau bukan dari mana, sedangkan kita hanya memiliki surat keterangan yang dikeluarkan si penipu misalnya. Bisa saja si penipu menggunakan nomor kantor atau nomor rumah siapa gitu yang sudah kongkalikong, atau si penipu sudah tersistem, kemudian nomor telepon dokter bisa saja diberikan nomor siapa yang mengaku-aku dokter.

Intinya jika tidak ada blanko data atau format print resmi dari lembaga berwenang, maka ya urusan tipu-menipu akan tetap ada dan berjalan teroos. Surat resmi saja bisa dipalsu, apalagi hanya surat keterangan sederhana begini.

Yakin sistem kita akan terintegrasi ke depannya?

Kalau saya sih tidak yakin, tapi lihat saja ke depan. Yang pasti, tidak seyakin Mba Puan pasang baliho dimana-mana, untuk menaikan elektabilitas tentunya #sindiransatir. -cpr-

Posting Komentar

0 Komentar